Semnas Pendidikan IPA VII (Science Edupreneurship)
Seminar Nasional Pendidikan IPA VII (semnas) yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 Maret 2016 berjalan dengan sukses dan lancar. Bertempat di aula utama Prof. Dr. Slamet Dajono, kegiatan yang merupakan agenda tahunan Jurusan IPA FMIPA Unesa ini melibatkan 130 peserta dan 30 pemakalah dengan berbagai latar belakang mulai dari peneliti, praktisi, dan mahasiswa. Pembukaan seminar diawali dengan tari tradisional dan secara resmi dibuka oleh Wakil Dekan I, Prof. Dr. Madlazim, M.Si.
Melalui tema “Science Edupreneurship”, Semnas Pendidikan IPA kali ini ingin mengaktualisasikan konsep-konsep yang diajarkan di sekolah ataupun kampus agar mencapai ranah hilir sehingga terjangkau bagi pengguna dan bermanfaat ekonomi bagi yang mengembangkan. Untuk itu, tiga pembicara dengan konteks keahlian yang saling mendukung terhadap tema diundang, yaitu Prof. Ono Suparno, Ph.D., (ahli teknopreneurship) dari IPB, Prof. Dr. Sudarmin, M.Si. (ahli etnosains) dari Unnes, dan Dr. Wahono Widodo, M.Si. (ahli literasi sains) dari Unesa.
Di dalam paparannya, menurut Prof. Ono, seorang entrepreneur dituntut untuk memiliki sikap peka terhadap peluang, namun belum atau sedikit tersentuh untuk dikembangkan. Untuk bisnis-bisnis yang sudah biasa, misalnya bisnis makanan, pengembangan usaha dapat dilakukan dengan mengubah cara penjualan, kemasan makanan, dan cita rasa unik dari makanan tersebut. Ini yang menandakan bahwa calon entrepreneur sukses harus kreatif dan inovatif. Untuk abad 21, arah kreativitas ditujukan pada kemampuan menggunakan teknologi sebagai sarana atau bahkan bisnis itu sendiri. Kemampuan ini cukup berisiko bila calon entrepreneur tersebut tidak memiliki mental yang kuat dan pemecahan masalah yang strategis.
Jika ditinjau dari aspek budaya dan kearifan lokal, sikap kewirausahaan dapat dimunculkan dengan memanfaatkan kekayaan alam lokal yang unik dan berbeda dari daerah lain. Pengolahan sumber daya alam tersebut kemudian dikaitkan dengan cara-cara yang berbasis kultural (cultural based) misalnya dalam pengolahan ikan asap, masing-masing daerah memiliki cara dan strategi yang berbeda. “Untuk itu, pengetahuan terhadap kondisi tersebut dapat mulai dibangun dari pendidikan, dan ini pentingnya Model Pembelajaran Sains Berbasis Etnosains (MPSBE) untuk kewirausahaan”, ungkap Prof. Sudarmin.
Sejalan dengan dua pemikiran di atas, kemampuan lain yang relevan untuk calon pengusaha ialah kemampuan untuk membaca situasi hingga melahirkan suatu keputusan. Proses ini dikenal secara sederhana sebagai suatu literasi, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Wahono. Di dalam sains, literasi diartikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan tentang kehidupan dan interaksi manusia dengan alam. Pada perkuliahan, hal tersebut dapay diaplikasikan pada Pembelajaran Berbasis Riset (PBR). Pembelajaran ini menuntut mahasiswa untuk kreatif dalam mengaplikasikan konsep-konsep yang mereka pelajari di dalam penelitian. Penelitian ini akhirnya menjadi produk (seperti media pembelajaran, makanan fermentasi, dan pengawetan makanan) yang apabila dikembangkan dapat juga menjadi produk usaha. Di Jurusan IPA sendiri, pemakaian PBR sudah dimunculkan pada mata kuliah Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (salingtemas).
Berdasarkan semua paparan di atas, trigger terhadap sikap wirausaha dapat dibangun melalui pendidikan di universitas dengan memberikan fasilitas kepada mahasiswa untuk mengaktualisasikan pemikirannya akan konsep-konsep IPA yang mereka pelajari sehingga menjadi produk yang siap pakai. Ini merupakan bentuk science edupreneurship yang komprehensif.
Link presentasi:
Many thanks. Excellent information! https://bucketlist.org/idea/6LiG/id ...